Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Hanya Sebentar Namun Berkesan

gambar diambil dari lovepik

Oleh : Eka Atmalawati

 

Disuatu malam yang gelap, saat aku tengah lelap nya dalam tidur, sekilas aku mendengar suara yang terus menerus mengganggu. Suara nya sayup, hampir tak terdengar. Namun, semakin lama suara itu makin terdengar kencang oleh ku. Awalnya aku tak menghiraukannya, namun lama kelamaan aku pun akhirnya bangun untuk mencari dimana asal muasal suara tersebut.

“meong,, meong,, meong… “ suaranya semakin jelas

“haduh,,, kucing siapa sih malem malem begini keliaran di luar.” Guman ku setengah ga sadar

Sekilas aku mencari di dalam rumah, namun tidak ada kucing di dalam rumah ku, dan akhirnya aku putuskan untuk mencari di luar rumah, ketika aku buka pintu rumah, tiba tiba suara ibu mengagetkan ku.

“mau kemana kamu malem malem begini?” Tanya ibu penasaran

“ada suara kucing bu. berisik banget, jd aku ga bisa tidur. Aku mau cari di luar” jelas ku pada ibu

“udah malem, nanti besok aja. Paling juga kucing liar” perintah ibu

“atuh ibu, kucingnya ga bisa diem. Nanti akunya ga bisa tidur kalau dia meong meongan terus. Ibu temenin aku cari di luar ya. Pleaseeeeee …. “ bujuk ku pada ibu

“kamu tuh, ada ada aja. Ya udah hayu” ucap ibu

Kami mencari tepat di samping kamar ku. karena disamping kamar ku adalah tanah kosong yang agak lumayan gelap. Aku dan ibu mencari dengan perasaan takut, kalau kalau ada hewan yang berbahaya dan ada orang yang ingin berbuat jahat.

Saat kami mencari, tiba ada suara yang mengagetkan kami berdua

“kalian nyari apaan disana? Udah malem bukannya tidur, malah pada diluar.”

Ternyata itu bapak ku yang sedang keliling kampung untuk ronda dengan para bapak bapak yang lainnya.

“itu loh anak mu, mau cari kucing katanya. Dia ga bisa tidur karena kucingnya meong meoangan terus” jelas ibu pada bapak

“iya pak, dari td berisik aja kucingnya”  tambahku lagi

“ ya udah, bapak temenin sebentar aja. Bapak kan harus jaga ronda sama yang lain. Ini pake senter bapak, biar keliatan“ ucap bapak ku

Kami bertiga fokus mencari di lahan samping kamar ku, karena memang disana lah suara kucing itu berasal. Cahaya senter kami arahkan ke bawah agar terlihat lebih terang, dan di antara daun daun kering yang sudah berguguran di tanah itu terlihat seekor anak kucing yang kakinya terlilit tali plastik.

“ketemuuuu,, itu bu, disana. Ada anak kucing” jari tangan ku menunjuk ke arah anak kucing itu berada

“oh iya, itu dia“ jawab ibu ku.

“aku ambil ya bu “ tanyaku meminta ijin pada ibu

“ya udah bawa, kasian dia sendirian gelap gelapan pula. Nanti besok kita pikirin lagi gimana gimana nya“ kata ibu

Aku pun bergegas ambil anak kucing yang terlilit tali plastik itu dan membawanya kerumah. Ada rasa kasian pada si anak kucing, badannya kurus sekali. Sepertinya dia kurang makan dan minum. Aku masukan anak kucing itu ke dalam kardus, dan aku sediakan air susu di wadah kecil agar si anak kucing bisa minum.

Awalnya anak kucing ini masih tetap berisik, namun tidak berapa lama kemudian dia diam. Mungkin dia sudah sedikit merasa nyaman di dalam kardus dan sudah tidak lapar lagi sehingga dia pun tidak berisik seperti sebelumnya. Dan akhirmya aku pun kembali lagi kedalam kamar ku dan melanjutkan tidur ku.

Keesokan harinya, aku lupa akan kejadian semalem dan anak kucing itu. Aku sibuk bersiap besiap karena akan berangkat sekolah. Seperti biasa aku harus bangun awal karena sekolah ku lumayan agak jauh dari rumah. Jaraknya mungkin sekitar 7km, sehingga aku harus naik angkutan umum untuk sampai kesekolah. Dan biasanya kalau aku telat sedikit aja keluar dari rumah, angkutan yang biasanya aku tumpangi sudah berangkat sehingga aku harus menunggu lama lagi angkutan umum yang lewat berikutnya.

Rutinitas aku sebagai seorang siswa hampir sama dengan yang lain, belajar, mengerjakan PR, kerja kelompok, dan masih banyak lagi. Hanya saja aku lebih pendiam dibanding kan teman teman ku yang lain. Aku merasa ada yang berbeda dengan diriku. Sejak kelas 2 SMP aku di vonis dokter mengidap penyakit eksim atopik. Itu adalah salah satu penyakit seumur hidup yang tidak bisa disembuhkan. Factor utama penyakit ini adalah kelainan gen. Pemicu eksim kambuh atau flare bisa disebabkan berbagai macam, ada yang disebabkan dari makanan, debu, bulu, dll. Setiap orang yang mendierita penyakit ini mempunyai factor pemicu yang berbeda beda, dan aku belum mengetahui apa factor pemicu eksimku kambuh.

Sudah dua kali aku berobat ke dokter kulit, namun hasilnya sama seperti biasa. Begitu habis obat dan salep, eksimku kambuh lagi. Dokter menganjurkan aku untuk tes darah agar bisa mengetahui pasti apa pemicunya, sehingga aku bisa menghidari pemicunya tersebut dan eksimku tidak kambuh lagi. Namun keuangan keluarga ku tidak memungkinkan untuk aku menjalani tes darah. Biaya tes darah sangat mahal, sehingga ibu dan bapak aku hanya mencari tahu obat tradisional apa yang dapat meringankan penderitaan yang aku rasakan saat eksimku kambuh.

Hari demi hari aku jalani dengan rasa gatal yang tidak tertahankan, penyakitku ini menyerang kaki dan tangan, setiap saat aku selalu menggaruk kaki dan tanganku, kadang saking gatalnya aku sampai lupa kaki dan tangan yang aku garuk sudah lecet dan berdarah. Setiap hari aku menggaruk bagian tubuh ku itu, sampai sampai kulit aku menjadi tebal dan bersisik. Warna kulit aku pun menjadi berbeda. Penyakit itu lah yang menyebabkan aku menjadi pendiam, atau mungkin lebih tepatnya “MINDER”

Bel berbunyi, semua siswa pada bubar. Bel itu memberi tanda kalau jam pelajaran sekolah sudah usai. Aku pun ikut bergegas pulang. Didalam angkutan umum aku teringat akan anak kucing yang aku temukan semalam. “dia lagi ngapain ya?” tanyaku dalam hati “tadi pagi aku lupa kasih air susu” kata ku lagi dalah hati. Sepanjang jalan aku terus memikirkan anak kucing itu.

Sesampainya di rumah aku langsung lihat dulu anak kucing itu di dalam kardus, dia tidak bergerak sama sekali, aku sempat berfikir, “jangan jangan ini kucing udah mati”. Tapi aku lihat dengan seksama, perutnya masih bergerak, itu menandakan kalau dia masih bernafas dan dia masih hidup. badannya yang kecil dan kurus membuat aku merasa kasian sama dia. Kalau di lihat dari badannya mungkin umur anak kucing ini baru beberapa minggu, karena dia masih sangat kecil. Bulunya bercorak putih dan coklat, matanya berwarna biru, lucu sekali.

“bu, aku boleh ya pelihara anak kucing ini” pintaku pada ibu yang saat itu sedang bergegas keluar rumah

“nanti rumahnya bau, biasanya kalau masih kecil gitu suka pipis sembarangan” jelas ibu padaku

“nanti aku yang bersihin pipis ma kotorannya bu” ucap ku merayu ibu

“bener ya, kamu yang bersihin?!” tanya ibu ku lagi memastikan.

“iya bu, beneran deh” jawabku lagi

“Ya sudah, asal tepati janjinya ya. Di urus yang bener anak kucingnya. Ibu pergi dulu ya, assalamualaikum,,” kata ibu ku sambil berjalan keluar rumah.

“walaikumsalam” jawab salam ku pada ibu

    Aku masih ragu dan agak takut untuk memegang langsung tubuh anak kucing itu, tapi akihirnya aku memberanikan diri untuk ambil lap tangan, dan aku usap badannya yang kecil dan kotor itu. Aku usap dengan perlahan karena takut usapan dari lap tangan ini menyakiti badannya. Usapan demi usapan sampai badannya terlihat sedikit bersih dari sebelumnya. Setelah badannya bersih, aku beri dia air susu lagi, karena hanya itu yang aku punya di rumah. Rasa sayang pun mulai tumbuh saat itu.

    Seminggu hari berselang, anak kucing itu sudah mulai bisa berjalan. Kakinya terseok seok melangkah, mendekatiku ketika aku pulang sekolah.

“little,, kamu udah bisa jalan?” ucap ku, kaget melihat dia sudah bisa jalan.

Ya, Little adalah nama pemberian aku untuk anak kucing itu. Aku beri nama Little karena memang badannya sangat kecil saat aku menemukannya. Little menjadi temanku sekarang, dia tempat aku bercerita baik senang atau pun sedih. Dia memang mungkin tidak mengerti apa yang aku ucapkan, tapi aku tetap saja mengajak dia berbicara.

    Hari demi hari menjadi ceria sejak ada little, dia bermain kesana kemari bersama ku. Dia selalu mendekatiku saat aku sedang melakukan apapun. Kadang aku hanya membawa tali rapia yang tidak telalu panjang, aku main mainkan ketas kebawah, dan little pun senang memaikan tali itu. Keliling rumah main bola kecil, lari kesana kemari.

    Cuaca saat ini sangat tidak enak, kadang panas, kadang dingin, dan kebetulan malam hari ini udaranya sangat panas.

“little, kaki ma tangan aku gatal banget” ucapku sambul garuk garuk

“meong” jawab litle

“ aku ga kuat, perih banget kulit aku. Tuh lihat banyak serpihan kulit kulit kering yg ada di lantai. Mana kaki aku lecet gini” ucapku menumpahkan kekesalan akan penyakitku

“aku takut kalau temen temen liat kulit ku seperti ini, mereka ga akan mau deket ma aku. Makanya aku menjauh dari mereka, agar mereka ga liat aku kayak begini” curhat ku pada little

“ meong,, meong,, “ jawab little lagi, seolah dia mengerti apa kata ku

    Eksim ku ngeflare malam ini, aku terus menggaruk tanpa henti. Ibu sudah mengingatkanku untuk tidak banyak menggaruk agar tidak banyak luka, namun apalah daya ku yang tidak bisa menahan rasa gatal ini. Bahkan dalam tidur pun aku terus menggaruk, sampai sampai di pagi hari kaki dan tangaku pada berdarah, serpihan kulit mati dan kering pada berserakan di spei kasur, dan rasa perih di kaki dan tanganku. Dan aku pun menangis tak bersuara.

    Dua hari aku tidak sekolah, aku malu dengan kodisi kulitku yang seperti ini. Dirumah hanya aku dan little saja, ibu ku pergi dagang dan bapak pergi kerja. Namun hari ini Little bersikap tidak biasa, dia murung saja di kandangnya. Badannya terlihat lemas sekali. Matanya berair dan berbelek ( tai mata ). Aku sedih sekali melihat dia seperti itu

“meng, kamu kenapa? Sakit?” tanyaku padanya

Namun little tidak menjawan apapun. Dia hanya diam lemas. Aku ambil lap basah untuk membersihkan mataanya yang belekan itu. Aku beri dia minum, tapi dia tidak mau minum. Aku beri makan, tp dia tidak mau makan. Akhirnya aku ambil pipet dan memasukannya ke air susu ke dalam pipet tersebut kemudian aku teteskan ke mulut Little agar dia tidak merasa haus.

“meng, kamu cepet sembuh ya. Biar kita bisa maen lagi” pintaku

“aku bosan sendirian dirumah, Cuma kamu temanku. Disekolah juga aku ga punya temen deket yang aku bisa ajak ngobrol seperti kamu, meng” curhatku lagi

    Sinar marahari pagi membangunkanku di pagi hari, kebetulan hari ini hari minggu jadi aku bangun lebih siang dari biasanya karena ini hari libur sekolah. Sebelum mandi aku pergi melihat Little di kandangnya, dan apa yang aku lihat disana membuatku sangat kaget.

“ibu,,,, bapak,,, Little kenapa? Lihat ini bu, pak. Badannya kaku sekali” sambil aku menjukkan little yang ada di tanganku. Aku usap usap agar dia bangun, tp dia tetap ga bergerak.

“de, Little nya sudah mati dari tadi subuh” jawab ibu ku

“ibu sama bapak belum bilang ke ade, karena ibu tau kamu sayang sekali sama kucing ini. Jd ibu sama bapak biarkan dia dikandangnya dulu sebelum kamu lihat sendiri” jawab bapakku.

    Mendengar jabawan ibu dan bapak membuat ku menangis kencang, aku sedih karena temanku sudah ga ada lagi. Aku ga bisa berkata apa apa saat itu, hanya menangis dan terus menangis.

“udah ya de, jangan nangis terus. Kita kubur aja ya kucingnya, biar dia juga tenang” pinta bapakku

“tapi pak, bu, kenapa little mati? Aku kan sering beri makan dan minum, dia juga suka main sama aku” tanyaku sambil terus menangis

“biasanya, anak kucing ditinggal ibu nya karena dia sakit. Ibu kucing hanya akan merawat anak anaknya yang sehat. Yang ibu tau seperti itu. Mungkin Little sudah sakit dari sejak kita temuin waktu itu” jawab ibu ku

“Little itu jagoan, dia hebat. Walaupun dia sakit, dia bisa bertahan sampai kemaren. Bahkan dia bisa buat ade selalu tertawa bermain sama dia. Ade juga jagoan, karena sudah membatu merawat little sampai dia bisa jalan, bisa lari, dan tumbuh seperti kucing kucing lain” ucap bapakku sambil mengusap halus rambutku

    Setelah bujukan bapak dan ibu, dan setelah aku puas menangis. Akhirnya kami ngubur Little tanah samping kamarku. Tempat dimana dia ditemukan pertama kali oleh kami. Tempat dimana aku menemukan seorang teman berbentuk seekor anak kucing. Dia hanya hadir dikehidupanku hanya beberapa bulan saja, namun hadirnya dia mengisi kekosongan hatiku akan kehadiran seorang teman.

    Terima kasih Little, kamu sudah menjadi temanku seumur hidup kamu. Walaupun dia hanya seekor kucing, namu aku selalu mendoakan agar dia mempunyai tempat yang bagus disana. Dan aku berharap, semoga aku bisa menemukan seorang teman yang bisa berbagi rasa dan mendengar keluh kesahku sama seperti Litte.